bombou.site – PHK industri otomotif menjadi momok bagi sektor komponen otomotif Indonesia pada 2025, dengan penurunan penjualan mobil domestik lebih dari 10% dan banjir impor mobil listrik CBU. Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) melaporkan banyak perusahaan terpaksa mengurangi karyawan karena lesunya pasar. Artikel ini mengulas penyebab PHK industri otomotif, dampaknya, dan solusi yang diusulkan, seperti insentif PPnBM-DTP. Untuk itu, simak analisis lengkap berikut untuk memahami krisis ini.
Penurunan Penjualan Picu PHK Industri Otomotif
Industri otomotif Indonesia menghadapi tantangan berat pada 2025. Data dari Gaikindo menunjukkan penjualan mobil wholesales periode Januari–Juli 2025 hanya mencapai 435.390 unit, turun 10,1% dibandingkan 484.250 unit pada periode yang sama di 2024. Penjualan ritel juga merosot 10,8%, dari 508.041 unit menjadi 453.278 unit. Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmat Basuki, mengonfirmasi bahwa penurunan pasar domestik ini memicu PHK industri otomotif, dengan beberapa anggota GIAMM mengurangi karyawan antara 3% hingga 23%.
Penurunan ini berdampak langsung pada produsen komponen, yang bergantung pada permintaan dari pabrikan mobil. Dengan pasar domestik yang lesu, banyak perusahaan kehilangan kontrak produksi, memaksa mereka memangkas tenaga kerja. Dengan demikian, PHK industri otomotif menjadi dampak nyata dari krisis penjualan mobil di Indonesia.
Impor Mobil Listrik CBU Perparah Krisis
Selain penurunan penjualan domestik, banjir impor mobil listrik (BEV) dalam bentuk completely built up (CBU) memperburuk kondisi. Pada Januari–Juli 2025, penjualan wholesales mobil listrik mencapai 42.178 unit, hampir menyamai total 43.188 unit sepanjang 2024. Perusahaan seperti BYD, VinFast, Geely, XPeng, GWM, dan PT National Assemblers memanfaatkan insentif impor, yang memungkinkan mereka mendominasi pasar tanpa menggunakan komponen lokal.
Menurut Rachmat Basuki, impor CBU ini mengurangi pasokan komponen lokal ke pabrikan mobil. “Sudah market turun, ditambah banyaknya CBU masuk, baik EV maupun truk. Artinya, suplai anggota GIAMM ke pabrikan semakin sedikit,” ujarnya pada 26 Agustus 2025. Untuk itu, PHK industri otomotif semakin meluas karena komponen lokal kalah bersaing dengan produk impor.
Insentif PPnBM-DTP sebagai Solusi
Untuk mengatasi PHK industri otomotif, GIAMM mendesak pemerintah memberikan insentif seperti Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP), yang terbukti efektif pada 2022. Saat itu, insentif ini mendorong penjualan mobil domestik melampaui 1 juta unit, meningkatkan permintaan komponen lokal. GIAMM mengusulkan agar insentif ini difokuskan pada kendaraan dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 60%, sehingga mendukung produsen lokal.
Insentif PPnBM-DTP dapat meningkatkan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, yang terdampak deflasi dan penurunan pendapatan. Dengan demikian, kebijakan ini berpotensi mengurangi PHK industri otomotif dengan menggerakkan kembali roda ekonomi sektor otomotif.
Strategi Lain untuk Pulihkan Industri
Selain insentif pemerintah, ada beberapa strategi yang dapat membantu industri komponen otomotif bertahan:
- Inovasi Komponen EV: Produsen lokal harus mengembangkan komponen untuk mobil listrik, seperti baterai atau motor listrik, untuk menangkap peluang pasar EV yang tumbuh 4,5% pada 2025.
- Ekspor: Meningkatkan ekspor komponen ke pasar global, seperti yang dilakukan PT Mitra Abadi Autoparts, untuk mengurangi ketergantungan pada pasar domestik.
- Kemitraan dengan Pabrikan EV: Berkolaborasi dengan perusahaan seperti BYD untuk menjadi pemasok komponen lokal, meningkatkan TKDN mobil listrik.
- Efisiensi Produksi: Mengoptimalkan proses produksi untuk menekan biaya tanpa mengorbankan kualitas, seperti standar OEM yang diterapkan LKS Autoparts.
Untuk itu, kombinasi kebijakan pemerintah dan strategi industri dapat meminimalkan PHK industri otomotif sambil memperkuat daya saing lokal.
Dampak Sosial dan Ekonomi
PHK industri otomotif tidak hanya berdampak pada pekerja, tetapi juga pada perekonomian secara keseluruhan. Dengan ekosistem otomotif yang menyerap 1,5 juta pekerja, pengurangan tenaga kerja dapat memperburuk pengangguran dan mengurangi daya beli masyarakat. Selain itu, ketergantungan pada impor CBU berisiko melemahkan industri lokal, yang telah dibangun selama puluhan tahun.
Namun, peluang masih ada. Dengan target pemerintah mencapai 30% penjualan EV pada 2030, industri komponen lokal dapat beradaptasi dengan memproduksi komponen EV. Dengan demikian, PHK industri otomotif dapat dicegah melalui transformasi menuju teknologi ramah lingkungan dan dukungan kebijakan yang tepat.
Kesimpulan
PHK industri otomotif di Indonesia pada 2025 dipicu oleh penurunan penjualan mobil domestik sebesar 10% dan meningkatnya impor mobil listrik CBU. GIAMM mencatat banyak perusahaan komponen terpaksa memangkas karyawan akibat berkurangnya pasokan ke pabrikan. Solusi seperti insentif PPnBM-DTP, inovasi komponen EV, dan ekspor menjadi kunci untuk memulihkan industri. Untuk itu, kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri sangat penting. Dengan demikian, PHK industri otomotif dapat ditekan, dan sektor ini kembali bangkit dengan daya saing global.