industri komponen otomotif

bombou.siteIndustri komponen otomotif di Indonesia menghadapi ancaman serius akibat banjir impor mobil listrik berbasis baterai (BEV) dalam bentuk completely built up (CBU). Penurunan penjualan mobil konvensional sebesar 10% pada 2025 memperparah situasi, mengurangi permintaan komponen lokal dan memicu potensi PHK. Pemerintah mendorong peralihan ke produksi komponen untuk industri lain, seperti penerbangan dan maritim, sebagai solusi. Untuk itu, simak analisis lengkap tentang tantangan dan langkah strategis industri komponen otomotif berikut ini.

Ancaman Impor Mobil Listrik terhadap Industri Komponen Otomotif

Maraknya impor mobil listrik CBU menjadi ancaman besar bagi industri komponen otomotif lokal. Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menjelaskan bahwa mobil listrik CBU tidak menggunakan komponen lokal, sehingga menekan pabrikan dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi. “Pabrikan dengan kandungan lokal tinggi tertekan, volumenya menurun, sementara mobil listrik dengan TKDN rendah justru meningkat,” ujar Kukuh di Jakarta pada 26 Agustus 2025. Hal ini mengganggu keseimbangan industri komponen otomotif, yang melibatkan tier 1, tier 2, dan ribuan IKM.

Data Gaikindo menunjukkan penurunan penjualan mobil wholesales sebesar 10,1% pada Januari–Juli 2025, dari 484.250 unit pada 2024 menjadi 435.390 unit. Penjualan ritel juga turun 10,8%, dari 508.041 unit menjadi 453.278 unit. Sebaliknya, penjualan mobil listrik melonjak, mencapai 42.178 unit pada periode yang sama, hampir menyamai total 43.188 unit sepanjang 2024. Dengan demikian, industri komponen otomotif kehilangan pangsa pasar akibat dominasi impor CBU.

Dampak Penurunan Penjualan dan PHK

Lesunya pasar domestik berdampak langsung pada industri komponen otomotif. Kukuh Kumara mencatat bahwa penurunan penjualan mobil konvensional mengurangi suplai komponen lokal, memaksa beberapa perusahaan melakukan PHK. “Ada perusahaan yang sudah melakukan PHK karena volume kendaraan domestik menurun,” ungkapnya. Meskipun data pasti jumlah karyawan yang terdampak belum tersedia, penurunan utilisasi produksi dari 73% ke kisaran 55–60% menunjukkan tekanan besar pada sektor ini.

Pasar ekspor masih menjadi penyelamat bagi industri komponen otomotif, membantu menjaga operasional beberapa perusahaan. Namun, Kukuh menegaskan bahwa pasar domestik harus digenjot untuk mencegah dampak yang lebih luas, termasuk pengangguran massal di sektor yang menyerap jutaan tenaga kerja. Untuk itu, keberlanjutan industri komponen otomotif bergantung pada kebijakan yang mendukung produksi lokal.

Respon Pemerintah untuk Selamatkan Industri

Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian, mengakui bahwa mobil listrik BEV, yang hanya membutuhkan ribuan komponen dibandingkan puluhan ribu pada mobil ICE, mengurangi kebutuhan komponen lokal. Direktur IMATAP Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono, menyatakan, “Kebutuhan komponen BEV lebih sedikit, sehingga pasti berdampak pada industri komponen otomotif nasional.” Untuk mengatasi ini, Kemenperin mendorong pelaku industri beralih ke produksi komponen untuk sektor penerbangan dan maritim.

Kemenperin telah berkomunikasi dengan GIAMM untuk mengarahkan industri komponen otomotif mengembangkan produk baru. “Kami mengarahkan mereka untuk switching ke komponen aviasi atau maritim,” ujar Tunggul. Langkah ini bertujuan menjaga kelangsungan industri di tengah transisi energi ke kendaraan listrik. Dengan demikian, diversifikasi produk menjadi solusi strategis untuk mengurangi ketergantungan pada pasar otomotif.

Peluang di Tengah Krisis

Meskipun tertekan, industri komponen otomotif memiliki peluang untuk bangkit. Pertumbuhan pasar mobil listrik, yang mencapai 4,5% pada 2025 dan ditargetkan 30% pada 2030, membuka potensi produksi komponen khusus EV, seperti baterai atau motor listrik. Selain itu, ekspor komponen ke pasar global dapat diperluas, mengikuti jejak perusahaan seperti PT Mitra Abadi Autoparts, yang mengekspor ke 120 negara.

Kemitraan dengan pabrikan mobil listrik, seperti BYD atau VinFast, juga dapat meningkatkan TKDN mobil listrik, memberikan peluang bagi industri komponen otomotif lokal. Selain itu, pemerintah dapat memperluas insentif seperti PPnBM-DTP untuk kendaraan dengan TKDN tinggi, seperti yang berhasil meningkatkan penjualan mobil domestik pada 2022. Untuk itu, kolaborasi antara pemerintah dan industri menjadi kunci keberhasilan.

Strategi Bertahan untuk Masa Depan

Untuk tetap kompetitif, industri komponen otomotif perlu menerapkan strategi berikut:

  • Inovasi Komponen EV: Kembangkan komponen khusus untuk mobil listrik, seperti sistem pengisian daya, untuk memenuhi kebutuhan pasar yang berkembang.
  • Diversifikasi Produk: Alihkan produksi ke sektor aviasi atau maritim, sesuai saran Kemenperin, untuk mengurangi ketergantungan pada otomotif.
  • Ekspor: Perluas pasar ekspor untuk menjaga utilisasi produksi dan pendapatan.
  • Efisiensi Produksi: Optimalkan proses untuk menekan biaya tanpa mengorbankan kualitas.
  • Kemitraan: Jalin kerja sama dengan pabrikan EV untuk menjadi pemasok komponen lokal.

Dengan demikian, industri komponen otomotif dapat beradaptasi dengan perubahan pasar dan tetap relevan di era kendaraan listrik.

Kesimpulan

Industri komponen otomotif lokal tergerus oleh impor mobil listrik CBU dan penurunan penjualan mobil konvensional sebesar 10% pada 2025. Akibatnya, produksi menurun dan PHK mengancam. Pemerintah mendorong peralihan ke produksi komponen untuk industri penerbangan dan maritim sebagai solusi. Untuk itu, inovasi, ekspor, dan kemitraan menjadi langkah strategis untuk menyelamatkan industri. Dengan demikian, industri komponen otomotif dapat bangkit dengan adaptasi yang tepat dan dukungan kebijakan yang kuat.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Facebook Twitter Instagram Linkedin Youtube