bombou.site – Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia mencatat sejarah baru pada Juli 2025, ketika Malaysia menggusur Indonesia sebagai raja pasar otomotif ASEAN. Data Asosiasi Otomotif Malaysia (MAA) menunjukkan penjualan mobil Malaysia mencapai 70.057 unit, melampaui penjualan retail Indonesia (62.770 unit) dan wholesales (60.552 unit), menurut Gaikindo. Dengan populasi hanya 33 juta jiwa, Malaysia mengungguli Indonesia (270 juta jiwa) berkat pajak kendaraan rendah, harga bensin murah, dan insentif pandemi yang dipertahankan. Artikel ini mengulas dinamika Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia, faktor penyebab, dan langkah yang bisa diambil Indonesia. Untuk itu, simak analisis berikut.
Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia: Fakta dan Angka
Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia pada Juli 2025 menunjukkan kontras mencolok. Malaysia mencatat 70.057 unit, naik 28% dari Juni 2025, sedangkan Indonesia hanya 62.770 unit (retail, turun 17%) dan 60.552 unit (wholesales, turun 18,4%) dibandingkan Juli 2024, menurut detikOto. Secara year-to-date (Januari-Juli 2025), Malaysia mencapai 443.777 unit, mendekati Indonesia dengan 453.278 unit (retail) dan 435.390 unit (wholesales).
Rasio kepemilikan mobil di Malaysia (490 per 1.000 orang) jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia (99 per 1.000 orang), menurut Gaikindo. Dengan demikian, Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia menunjukkan bahwa kebijakan Malaysia lebih efektif mendorong adopsi kendaraan pribadi, meski populasinya jauh lebih kecil.
Pajak Rendah: Kunci Sukses Malaysia
Pajak kendaraan yang rendah menjadi pendorong utama Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia. Di Malaysia, pajak tahunan Toyota Avanza hanya Rp 385.000, sedangkan di Indonesia mencapai Rp 4 juta. Bea Balik Nama (BBN) di Malaysia Rp 500.000, jauh lebih murah dibandingkan Rp 2 juta di Indonesia. Malaysia juga tidak mewajibkan perpanjangan STNK setiap lima tahun, yang di Indonesia menambah biaya untuk TNKB dan STNK baru, menurut suara.com.
Selain itu, Malaysia mempertahankan insentif pembebasan pajak penjualan sejak pandemi: 100% untuk mobil rakitan lokal dan 50% untuk impor CBU. Di Indonesia, pajak seperti PPnBM (15%), PPN (12%), dan BBNKB (12%) membuat harga mobil membengkak hingga 43% dari harga dasar. Untuk itu, rendahnya pajak di Malaysia menjadi katalis kuat untuk Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia.
Harga Bensin Murah di Malaysia
Harga bahan bakar minyak (BBM) yang terjangkau juga memengaruhi Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia. Di Malaysia, BBM RON 95 dipatok pada 2,05 Ringgit (Rp 7.900/liter) berkat subsidi pemerintah, sedangkan di Indonesia, Pertamax Green 95 dijual Rp 13.000/liter, Shell V-Power Rp 13.050/liter, dan BP Ultimate Rp 13.050/liter, menurut detikOto. Diesel di Malaysia juga lebih murah (Rp 10.800/liter) dibandingkan solar subsidi Indonesia (Rp 6.800/liter, tapi terbatas).
Harga BBM murah mendorong masyarakat Malaysia menggunakan mobil untuk mobilitas sehari-hari, meningkatkan permintaan kendaraan. Dengan demikian, kombinasi pajak rendah dan BBM terjangkau membuat Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia condong ke arah Malaysia.
Insentif dan Daya Beli Masyarakat
Malaysia mempertahankan insentif pajak sejak pandemi, seperti pembebasan pajak penjualan, yang menekan harga mobil. Pendapatan per kapita Malaysia (USD 13.310 pada 2024, menurut World Bank) juga lebih tinggi dibandingkan Indonesia (USD 5.270), meningkatkan daya beli. Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menyoroti bahwa insentif ini membuat Malaysia menarik bagi konsumen, seperti dilansir cnnindonesia.com.
Sebaliknya, Indonesia menghadapi penurunan daya beli akibat tekanan ekonomi global, termasuk konflik geopolitik dan kebijakan tarif impor. Penjualan mobil Indonesia turun 10,8% year-to-date pada 2025, dengan total 865.723 unit pada 2024, menurut Gaikindo. Untuk itu, Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih agresif untuk mendongkrak pasar domestik.
Pelajaran dan Solusi untuk Indonesia
Agar tidak terus tertinggal, Indonesia perlu belajar dari Malaysia. Kebijakan seperti PPnBM Ditanggung Pemerintah (DTP) pada 2022 berhasil mendorong penjualan mobil di atas 1 juta unit. Gaikindo menyarankan insentif serupa untuk kendaraan dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi, guna mendukung industri lokal. Selain itu, menurunkan pajak kendaraan dan menyederhanakan administrasi seperti di Malaysia dapat meningkatkan daya tarik pasar.
Peningkatan TKDN untuk mobil listrik juga penting, mengingat penjualan mobil listrik di Indonesia melonjak 211% pada Januari-April 2025 (23.900 unit), menurut goodstats.id. Dengan demikian, strategi yang seimbang antara elektrifikasi dan perlindungan industri lokal dapat mengembalikan dominasi Indonesia dalam Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia.
Kesimpulan
Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia pada Juli 2025 menunjukkan Malaysia sebagai raja baru pasar otomotif ASEAN, dengan 70.057 unit dibandingkan 62.770 unit (retail) dan 60.552 unit (wholesales) di Indonesia. Pajak rendah (Avanza Rp 385.000 vs. Rp 4 juta), BBM murah (RON 95 Rp 7.900/liter vs. Rp 13.000/liter), dan insentif pandemi yang dipertahankan mendorong pasar Malaysia. Dengan rasio kepemilikan mobil 490 per 1.000 orang di Malaysia vs. 99 di Indonesia, Negeri Jiran unggul meski populasinya jauh lebih kecil. Untuk itu, Indonesia perlu mengevaluasi kebijakan pajak, BBM, dan insentif untuk merebut kembali posisi teratas dalam Penjualan Mobil Indonesia vs Malaysia.