bombou.site – PHK Industri Komponen Mobil menjadi ancaman serius di Indonesia seiring penurunan penjualan mobil dan lonjakan impor mobil listrik. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melaporkan bahwa gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai melanda perusahaan komponen otomotif akibat pasar yang lesu dan rendahnya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada mobil listrik impor. Data Gaikindo menunjukkan penjualan wholesales turun 10,1% menjadi 435.390 unit pada Januari-Juli 2025, sementara mobil listrik menguasai 9,8% pangsa pasar. Artikel ini mengulas penyebab PHK Industri Komponen Mobil, dampaknya, dan solusi yang diusulkan. Untuk itu, simak analisis mendalam berikut.
PHK Industri Komponen Mobil: Penyebab Utama
PHK Industri Komponen Mobil dipicu oleh dua faktor utama: penurunan penjualan mobil konvensional dan meningkatnya impor mobil listrik completely built up (CBU). Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, dalam diskusi “Polemik Insentif BEV Impor” di Kementerian Perindustrian pada 25 Agustus 2025, menyatakan bahwa mobil listrik telah mengambil pangsa pasar 9,8% hingga Juli 2025. Namun, sebagian besar mobil listrik ini diimpor utuh dengan TKDN rendah, mengancam rantai pasok lokal.
Penjualan mobil wholesales pada 2024 hanya mencapai 865.723 unit, turun 13,9% dari 1,03 juta unit pada 2023. Segmen kelas menengah (Rp 200 juta–Rp 400 juta), yang menjadi tulang punggung industri komponen lokal, tergerus hingga 40% dalam satu dekade. Dengan demikian, PHK Industri Komponen Mobil menjadi dampak langsung dari menurunnya permintaan komponen lokal.
Dampak Impor Mobil Listrik
Impor mobil listrik, yang melonjak 17% di segmen menengah pada 2024, memperparah tekanan pada industri komponen. Mobil listrik CBU dari merek seperti BYD, VinFast, dan Geely memiliki TKDN di bawah 20%, jauh lebih rendah dibandingkan mobil konvensional produksi lokal (80–90%). Hal ini mengurangi permintaan komponen dari pemasok tier 1 dan tier 2, termasuk Industri Kecil dan Menengah (IKM), yang mempekerjakan ribuan tenaga kerja.
Kukuh Kumara menjelaskan bahwa rendahnya volume produksi lokal menyebabkan PHK Industri Komponen Mobil di beberapa perusahaan. Meski ekspor komponen membantu beberapa pemasok bertahan, ketergantungan pada pasar domestik membuat banyak IKM rentan. Untuk itu, kebijakan pemerintah yang mendukung impor mobil listrik tanpa perlindungan memadai bagi industri lokal menjadi sorotan utama.
Polemik Insentif Mobil Listrik
Kebijakan insentif impor mobil listrik, seperti pembebasan pajak impor, memicu polemik. Di satu sisi, insentif ini mempercepat adopsi kendaraan listrik, mendukung target emisi nol bersih Indonesia pada 2060. Namun, di sisi lain, insentif ini menggerus daya saing industri otomotif lokal yang telah berinvestasi besar untuk membangun ekosistem produksi dengan TKDN tinggi.
Gaikindo mencatat bahwa 22 produsen (OEM), 550 pemasok tier 1, dan lebih dari 1.000 pemasok tier 2 dan 3 mendukung 1,5 juta tenaga kerja di Indonesia. PHK Industri Komponen Mobil mengancam ekosistem ini, terutama IKM yang tidak memiliki kemampuan ekspor. Dengan demikian, Gaikindo menyerukan kebijakan yang lebih seimbang untuk melindungi industri lokal sambil mendorong transisi ke kendaraan listrik.
Solusi dari Gaikindo dan Pemerintah
Gaikindo mengusulkan insentif serupa dengan kebijakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP) pada 2022, yang berhasil meningkatkan penjualan mobil domestik di atas 1 juta unit. Insentif ini dapat diberikan untuk kendaraan dengan TKDN di atas 60%, mendorong produksi lokal dan mengurangi PHK Industri Komponen Mobil. Selain itu, Gaikindo mendorong pemerintah untuk memperketat syarat TKDN bagi mobil listrik yang mendapatkan insentif.
Kementerian Perindustrian juga mulai bergerak. Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan, Mahardi Tunggul Wicaksono, menyatakan bahwa pihaknya mendorong industri komponen beralih ke produksi untuk kendaraan listrik, aviasi, dan maritim. Langkah ini diharapkan membantu pemasok lokal beradaptasi dengan perubahan pasar. Untuk itu, kolaborasi antara pemerintah dan industri menjadi kunci untuk mengatasi krisis ini.
Masa Depan Industri Komponen Mobil
Masa depan industri komponen mobil di Indonesia bergantung pada kemampuan beradaptasi dengan transisi energi. Meski PHK Industri Komponen Mobil menjadi tantangan saat ini, peluang ekspor dan diversifikasi produk ke sektor lain, seperti komponen kendaraan listrik, dapat menjadi solusi jangka panjang. Data Gaikindo menunjukkan bahwa penjualan mobil listrik murni mencapai 42.178 unit pada Januari-Juli 2025, mendekati total 43.188 unit sepanjang 2024, menandakan potensi pasar yang besar.
Namun, tanpa kebijakan yang mendukung TKDN tinggi, industri lokal akan terus tertekan. Pemerintah perlu memastikan bahwa investasi asing, seperti dari BYD dan VinFast, juga memperkuat rantai pasok lokal. Dengan demikian, PHK Industri Komponen Mobil dapat diminimalkan, dan industri otomotif Indonesia tetap kompetitif di era elektrifikasi.
Kesimpulan
PHK Industri Komponen Mobil menjadi dampak nyata dari penurunan penjualan mobil konvensional dan lonjakan impor mobil listrik dengan TKDN rendah. Data Gaikindo menunjukkan penurunan penjualan wholesales 10,1% pada Januari-Juli 2025, dengan pangsa pasar mobil listrik mencapai 9,8%. Insentif impor mobil listrik memicu polemik karena menggerus industri komponen lokal, yang mendukung 1,5 juta tenaga kerja. Gaikindo mengusulkan insentif seperti PPnBM-DTP untuk kendaraan dengan TKDN tinggi, sementara pemerintah mendorong diversifikasi produksi. Untuk itu, kebijakan seimbang dan adaptasi industri menjadi solusi untuk mengatasi PHK Industri Komponen Mobil dan memperkuat ekosistem otomotif Indonesia.